
Wajah modern Jepang, selalu diidentifikasikan sebagai negeri yang dipenuhi oleh kota-kota metropolis.
Tapi,
siapa sangka Jepang ternyata memiliki kota kumuh, memiliki tingkat
kriminalitas tinggi, dan pemerintah negeri itu sendiri tampak tak mau
mengakui keberadaan kota tersebut.
Bahkan, nama kota tersebut
tak terdapat dalam peta resmi Jepang. Nama kota tersebut adalah
Airinchi-ku, atau sebelum tahun 1966 dinamakan Kamagasaki.
Kota
yang sudah ada sejak 1922 ini, merupakan tempat yang tak pernah
menghasilkan apa pun. Penduduk kota ini juga, tidak dimasukkan sebagai
sasaran sensus penduduk yang digelar pemerintah.
Kisah kota kumuh
ini, sempat diabadikan oleh fotografer Seiryo Inoue pada tahun 1950-an
dalam karya fotografinya berjudul "Seratus Wajah Kamagasaki." Fotonya
tersebut, mengantarkan Sieryo mendapatkan penghargaan "Pendatang Baru"
tahun 1961 oleh Japan Photography Critics Society.
Daerah kumuh
Kamagasaki ini , ternyata menarik perhatian seorang Sutradara film
Jepang, Shingo Ota, yang membuat ceritanya di seputar daerah kumuh
Kamagasaki.
Saat diikutsertakan dalam Festival Film Osaka belum
lama ini, sang sutradara menolak keinginan Panitia untuk memotong bagian
kumuh tersebut. Akhirnya dia menarik diri dan filmnya dari festival
tersebut.
"Bagi saya, itu sama juga sensor dan kita hanya
berusaha menutupi saja kenyataan yang ada, membuat tempat ini
(Kamagasaki) seolah tidak pernah ada," paparnya kepada pers belum lama
ini.
Setidaknya, menurut sejumlah kalangan, jumlah penduduk
Kamagasaki hanya 25 ribu jiwa. Mereka adalah buruh serabutan,
pengangguran, gelandangan, dan anggota Yakuza.
Mayoritas dari mereka tinggal di tempat penampungan gratis, atau dormitori murah seharga 8 Dolar AS per malam.
Setiap
hari, mereka memulai kehidupan dengan mencari kerja di pusat informasi
kerja dan kesejahteraan rakyat. Umumnya banyak yang bekerja di
perusahaan kontraktor, di lapangan keras, seperti pekerja jalanan
pembuat aspal, angkut batu bata serta pekerjaan kasar lain.
Sore
hari, mereka kembali ke tempat penampungan, mengantre makan dan minum
gratis, serta untung-untungan mencari dan mendapat tiket tempat tidur
gratis.
Citra kumuh tersebut, juga tak lepas dari banyaknya anggota yakuza maupun brandalan lain di Kamagasaki.
Namun,
Masanori Momiyama (50), yang menjalankan sebuah bar kecil di sana,
menolak anggapan umum bahwa Kamagasaki merupakan daerah berbahaya dan
harus dijauhi.
"Manusia di sini memang cukup unik, dan mereka menurut saya tidak berbahaya, bahkan cukup bersahabat," tuturnya.
Lepas
dari daerah kumuh, berbahaya, banyak Yakuzanya, mereka semua adalah
warga Jepang. Negeri Sakura ini ternyata sampai kini masih memiliki
tempat kumuh demikian.
Mungkin, akan menjadi tempat yang menjadi perhatian pemerintah daerah dalam waktu mendatang.
Apalagi, Jepang bakal menyambut banyak tamu asing pada 2020, saat penyelenggaraan Olimpiade di Tokyo.